Porosbaru.com, Sumenep: Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim) melakukan penggeledahan serentak di delapan lokasi berbeda pada Selasa, 8 Juli 2025, dalam rangka mengusut dugaan korupsi dalam Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Kabupaten Sumenep tahun anggaran 2024. Enam titik berada di wilayah Sumenep, sementara dua lainnya berlokasi di Kota Surabaya.
Langkah tersebut merupakan bagian dari penyidikan yang baru saja dibuka secara resmi, menyusul gelar perkara yang dilakukan pada 7 Juli 2025 kemarin.
Kejati Jatim menyatakan telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar, S.H., M.H., mengatakan bahwa pihaknya telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-1052/M.5/F9.2/07/2025 sebagai dasar hukum untuk melanjutkan penanganan perkara.
“Penggeledahan ini bertujuan mengamankan bukti-bukti penting terkait pelaksanaan program BSPS yang diduga kuat menyimpang dari ketentuan,” tegas Saiful dalam keterangan resminya, dikutip dari kejati-jatim.go.id, Rabu, (9/7/2025).
Dari enam titik di Sumenep, tim penyidik menggeledah rumah-rumah milik pihak-pihak yang diduga terlibat. Hasilnya, sejumlah dokumen kegiatan BSPS, perangkat elektronik seperti ponsel dan laptop, serta rekaman suara yang mengandung indikasi tindak pidana berhasil diamankan.
Sementara di Surabaya, penggeledahan menyasar dua lokasi yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan data atau barang bukti terkait aliran dana bantuan.
Kasus ini sendiri bermula dari Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-6864/M.5.1/Fd.1/05/2025 tertanggal 14 Mei 2025. Selama proses penyelidikan, Kejati Jatim telah memeriksa sedikitnya 250 orang saksi, termasuk pejabat pembuat komitmen, kepala desa, pemilik toko bangunan, dan tenaga fasilitator lapangan.
Bahkan, pemeriksaan turut dilakukan di Islamic Center dan sejumlah desa penerima manfaat.
Pada hari yang sama dengan penggeledahan, Kejati Jatim juga kembali memeriksa 15 kepala desa yang dianggap mengetahui atau terlibat dalam pelaksanaan program BSPS tersebut.
BSPS adalah program pemerintah pusat untuk memperbaiki rumah tidak layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Di Kabupaten Sumenep, alokasi anggaran mencapai Rp 109,8 miliar untuk 5.490 unit rumah. Masing-masing penerima mendapat bantuan sebesar Rp 20 juta, dengan rincian Rp 17,5 juta untuk material dan Rp 2,5 juta untuk ongkos tukang.
Namun, berdasarkan temuan awal, bantuan tersebut diduga dipotong sebesar Rp 4 juta hingga Rp 5 juta per penerima dengan alasan biaya kegiatan dan administrasi.
“Potongannya tidak selalu sama, tapi pola umumnya seperti itu,” ungkap Saiful.
Kejati Jatim menegaskan bahwa mereka akan bertindak tegas terhadap siapa pun yang mencoba menghalangi proses penyidikan, termasuk memberi keterangan palsu.
Ancaman sanksi hukum disampaikan mengacu pada Pasal 21 dan 22 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kami harap semua saksi kooperatif. Proses ini demi keadilan dan kepentingan masyarakat penerima bantuan,” pungkas Saiful.
Penyidikan akan terus berlanjut, dan Kejati Jatim memastikan akan mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam kasus yang berpotensi merugikan rakyat kecil tersebut.





Komentar